Senin, 03 November 2014

Pertolongan Pertama Kepatil Ikan Sembilang

Ikan sembilang adalah anggota dari suku (familia) Plotosidae, suatu kelompok ikan berkumis (Siluriformes). Penciri khas yang membedakannya dari kelompok lainnya adalah menyatunya sirip punggung kedua (sirip lemak), sirip ekor, dan sirip anus sehingga bagian belakangnya tampak seperti sidat. Dalam bahasa Inggris ia disebut ikan kumis berekor sidat, “eel-tailed catfish”).(wikipedia).Gambar
sekilas ikan ini mirip ikan lele, yang membedakan adalah warna coklat pada ikan sembilang lebih keruh dibanding ikan lele lokal.ikan sembilang terkenal memiliki senjata yang luar biasa, seperti ikan lele ikan sembilang memiliki senjata patil tetapi patil ikan sembilang lebih beracun daripada patil ikan lele. seseorang yang terpatil ikan sembilang biasanya akan menderita demam serta nyeri dibagian tubuh yang kepatil minimal satu hari. kebanyakan orang yang kepatil ikan sembilang menderita demam selama dua hari.
pertolongan pertama bagi orang yang kepatil ikan sembilang adalah dengan merendam bagian tubuh yang kepatil dengan air seni. hanya sebuah mitos atau memang sudah dibuktikan secara ilmiah memang belum di ketahui secara pasti. tetapi kebanyakan orang tambak(orang pesisir pantai) menganggap cara ini adalah cara ampuh bagi korban ikan sembilang. jelasnya sebagai pertolongan pertama. untuk selanjutnya mohon segera hubungi dokter.
selain mempunyai mempunya sisi yang mengerikan ikan sembilang ternyata sangat sedap untuk dimasak. tak heran jika ikan ini adalah salah satu ikan yang paling diburu oleh para pemancing. harga jualnya juga terkenal mahal. tapi hati-hati bagi para pemancing pemula yang ingin menangkap ikan ini, jangan samakan ikan ini dengan ikan lele. bisa berakibat fatal.

SANG INSPIRATOR KONTROVERSIAL

SANG INSPIRATOR KONTROVERSIAL
(Syekh Puji)
Oleh: Maulana Arif Dzikrullah
Gambar
Punya mobil mewah harta berlimpah perusahaan dimana-mana adalah impian banyak orang, tak terkecuali syekh Puji. Pengusaha bernama lengkap Pujiono Cahyono Widianto dulunya juga orang biasa yang kehidupan sehari-harinya kekurangan. Perjalanan hidup Syekh Puji penuh perjuangan hingga bisa memiliki perusahan besar. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian adalah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan perjuangan Syekh Puji meniti karir. Berawal dari nol hingga kini mempunyai kekayaan yang berlimpah bukan tanpa sebab, sehingga di bulan Ramadhan sempat menggemparkan masyarakat Indonesia dengan berzakat kepada fakir miskin sebanyak 1.3 miliar, bukan nilai yang kecil bagi pengusaha manapun.
Syekh Puji begitu masyarakat menyebutnya lahir di Dusun Lendoh Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten semarang pada tanggal 4 Agustus 1965 dari pasangan Suramin alias hartono dengan Tasmi. Masa kecil syekh puji terkenal nakal dibanding 6 saudaranya yang lain, Syekh Puji kecil sering nglayap(main sampai jauh dari rumah). Dibalik kenakalan syekh puji adalah anak yang cerdas walau sering nglayap dan jarang belajar tapi nilai syekh puji kecil selalu paling baik.
Syekh Puji menempuh pendidikan terakhir di SPG Don Bosko semarang pendidikan yang setara dengan SMA. Syekh Puji mengawali karir sebagai penjaga toko kemudian mengadu nasib di Jakarta sekitar tahun 1980. Selama di Jakarta Syekh Puji pernah menjadi kenek bus, kuli bangunan hingga sales di perusahaan Amerika yang berada di Jakarta. Sales adalah pekerjaan terakhir Syekh Puji di Jakarta sebelum kembali di semarang dan mendirikan perusahaan.
Perjuangan Syekh Puji menjadi pengusaha sudah terlihat sejak menjadi sales, lihainya dalam melihat peluang sangat berbeda dengan sales kebanyakan yang bekerja setelah disuruh oleh manager. Dia selalu bekerja lebih awal dari sales yang lain yakni mulai bekerja sehabis subuh. cara yang digunakan Syekh Puji cukup unik, konsumen yang menjadi sasaran Syekh Puji adalah karyawan atau karyawati di sebuah perusahaan, sebelum menjajakan kepada karyawan tersebut Syekh Puji lebih dulu menemui pimpinan perusahaan untuk meminta tanda tangan sebagai tanda rekomendasi dari pimpinan tersebut untuk para karyawan perusahanya. Sehingga belum sampai 5 tahun bekerja sebagai sales Syekh Puji sudah memiliki tabungan sebesar 450 juta.
Merasa sudah memiliki tabungan yang cukup Syekh Puji pulang kampung, dan pada tahun 1991 mendirikan perusahaan kaligrafi dari bahan kuningan yang di beri nama PT. SINAR LENDOH TERANG (SILENTER). Sebagai seorang pengusaha Syekh Puji sangat jeli melihat peluang, dimana pada saat itu sangat langka perusahaan yang bergerak pada bidang kesenian kaligrafi. Syekh Puji mengatakan, “memilih usaha kaligrafi atau relief gambar dengan media kuningan, karena pada ketika itu masih langka. Jadi punya pangsa pasar tersendiri,”(Kompas).
Kini perusahaan Syekh Puji semakin maju. Dibalik kesuksesannya sebagai pengusaha kaligrafi kuningan ada rahasia yang terselip didalamnya, Syekh Puji mengakui ada amalan yang ia lakukan sehingga perusahaanya bisa berkembang pesat. Beliau mendapat amalan dari KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (mbah mad) Magelang untuk melakukan tirakat. Tirakat dari mbah Mad bukanlah tirakat yang sesat melainkan masih dalam koridor agama Islam. walaupun tirakatnya sangat berat tapi Syekh Puji mampu menjalankanya. Tirakat serta kerja keras itulah yang membuat Syekh Puji menjadi pengusaha sukses.
Selain pengusaha Syekh Puji juga seorang kyai, beliau adalah pengasuh pondok pesantren Miftahul Jannah. Pondok pesantren yang beliau dirikan berbasis Tahfidzul Qur’an(menghafal al qur’an) dan di khususkan untuk santriwati, karena yang hafal Al-Qur’an adalah istri pertama syekh puji.
Nama Syekh Puji muncul dan terkenal seantero negri ketika ia membuat kontroversi dengan menikahi gadis dibawah umur. Syekh Puji memiliki alasan mengenai pernikahan sirinya tersebut, karena menurutnya istri pertamanya tidak sanggup untuk melanjutkan bisnis yang ia jalankan. Istri pertama syekh puji lebih memilih pondok pesantren Miftahul Jannah sebagai lahan mewarisi ilmu Al-Qur’an yang ia miliki kepada generasi penerus. Tak mudah mencari istri yang bisa mewarisi usaha kaligrafinya, ada kriteria tertentu yang wajib dimiliki calon istri dan kriteria itu jatuh pada Lutfiana Ulfa.
Lutfiana ulfa gadis kecil yang belum tamat SD pada saat itu dipinang oleh Syekh Puji, lutfiana adalah gadis yang cerdas serta dewasa sehingga dianggap mampu meneruskan PT. Sinar Lendoh Terang (silenter).
Dibalik kontroversialnya, Syekh Puji adalah orang yang penuh tekad, pemikiran yang luar biasa sehingga menginspirasi banyak orang. Tinggal bagaimana seseorang menilai sosok syekh puji itu seperti apa. Yang jelas syekh puji adalah pengusaha sukses penuh perjuangan serta lihai menjalankan bisnisnya.

Konsep Islam dan Toleransi Beragama

  Konsep Islam dan Toleransi Beragama
MAKALAH
 
Disusun Guna Memenuhi: Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Study Islam
Dosen Pengampu : Dr.  Mustofa


 buto


DisusunOleh:

Maulana Arif Dzikrullah     (133311080)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014
  1. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang  luas, dan menyeluruh, mengatur umatnya dalam segala aspek kehidupan, dari Akidah, Akhlaq, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya.  Salah satu dari sekian banyak aspek-aspek yang diatur dalam Islam adalah aspek toleransi terhadap pemeluk agama lain, yang sering kita kenal dengna toleransi beragama.
Tidak diragukan lagi bahwa cara pandang seseorang terhadap sesuatu berbeda- beda anatara satu dengan yang lainya, antara peradaban satu dengan yang lainnya, antara ideologi yang satu dengan lainya, bergantung pada framework yang dipakai oleh orang atau sekelompok orang tersebut.
Khususnya pada Negara Indonesia yang memiliki masyarakat plural yang bercorak primordial, konflik di dalam masyarakat yang disebabkan oleh kurangnya rasa toleransi antar sesama, terutama dalam segi agama. Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.



  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian agama?
  3. Fungsi agama dalam kehidupan manusia?
  4. Apa Pengertian Toleransi?
  5. Bagaimana konsep islam tentang toleransi beragama?
  6. Apa penyebab terjadinya konflik antar agama?

  1. PEMBAHASAN

  1. Pengertian Agama

Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa arab, atau dalam bahasa inggris “Religion” dari arti etimologi agama berasal dari bahasa Sanksekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan. (Ensiklopedi islam, jilid I, 1994).
Dalam istilah terminology menurut Durkeim, agama adalah system kepercayaan dan praktik yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal- hal yang kuddus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang maha mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya.
Agama dapat diartikan sebagai sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa  serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya

  1. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia

Demikian pentingnya agama bagi kehidupan manusia, disadari atau tidak seungguhnya manusia memerlukan agama bukan saja pada zaman primitive melainkan juga dizman modern seperti sekarang ini.
Bukti konkret dapat dilihat bahwa agama: sebagai sumber moral sebagai petunjuk kebenaran, sebagai informasi metafisika, sebagai bimbingan manusia, sebagaimana penjelasan berikut:


  1. Agama sebagai sumber moral
Perbedaan fundamental antara hewan dan menusia adalah akal dan moral yang dimiliki manusia. Sehingga moral merupakan mustika hidup yang membedakan manusia dengan hewan. Bisa dibayangkan andaikata kehidupan manusia tanpa moral, kehidupan manusia akan kacau balau, tidaka ada baik buruk, halal dan haram. Persoalanya dari mana moral itu diperoleh. Jawabnya adalah agama, karena agama adalah sumber moral yang paling tangguh. Hal ini bukan saja agama mengajarkan keimanan kepada tuhan dan kehidupan akhirat melainkan juga karena agama memerintahkan hal- hal yang buruk. Drai sisnilah kemudian munculnya moral manusia itu.
  1. Agama Sebagai Petunjuk Kebenaran
Manusia adlah makhluk berakal. Dalam akal itulah lahir ilmu dan filsafat sebagai sarana untuk mencari kebenaran. Tapi saying tidak semua kebenaran yang dicari manusia (lebih- lebih masalah fundamental manusia atau ultimate problem) terjawab oleh ilmu dan filsafat dengan memuaskan kerana pijakanya adalah akal yang memiliki kemmapuan terbatas dengan hasil kebenaran yang relative atau nisbi. Oleh karena itu, manusia masih memerlukan sumber kebenaran lain. Sumber kebenaran lain itu adalah agama yaitu informasi dari Tuhan Yang Maha Mutlak, Tuhan Yang Maha Benar.
  1. Agama Sebagai Sumber Informasi Metafisika
Banyaknya hal- hal yang belumterjawab dan treungkap oleh akal manusia, lebih- lebih hal- hal metafisika, ,misalnya kehidupan setelah mati, surge, neraka. Jika mengandalkan akal, tentu jawabanya adlah duga- duga atau perkiraan bahkan bisa jadi khayalan. Oleh karenanya untuk menyingkap persoalan metafisika tersebut tentu harus dicarikan sumber lain. Sumber agama adalah informasi dari Tuhan Yang Maha Mengetahui.
  1. Agama Pembimbing Manusia
Kehidupan manusia bagaikan gelombang lautan. Ada kalanya pasang ada kalanya surut. Begitu juga kehidupan manusia ada waktunya merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Kenyataanya sering terlihat orang salah dalam bersikap menghadapi keadaan suka maupun duka. Sering terlihat orang karena suka sampai mabuk kepayang lupa daratan, sebaliknya yang dirundung duka hanyut dalam himpitan kesedihan yang berkepanjangan. Agama turun untuk membimbing manusia ke arah jalan yang benar.[1]


  1. Pengertian Toleransi
Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.[2]
Menurut Siagian (1993) toleran diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat.[3]
Secara istilah pengertian toleran adalah menghargai paham yang berbeda dari paham yang dianutnya sendiri. Kesediaan untuk mau menghargai paham yang berbeda dengan paham yang dianutnya sendiri.

  1. Konsep Islam Tentang Toleransi Beragama
Toleransi beragama dalam islam yakni menghargai, dengan sabar menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil bathil, mencampur adukan antara hak dan batil, suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap sinkretis yang dilarang oleh Islam. Harus kita bedakan antara sikap toleran dengan sinkretisme. Sinkretisme adalah membenarkan semua keyakinan/agama. Hal ini dilarang oleh Islam karena termasuk Syirik.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


 “Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran: 19)
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil (mencampurkan yang haq dengan yang bathil). Sedangkan toleransi tetap memegang prinsip al-furqon bainal haq wal bathil (memilah/memisahkan antara haq dan bathil). Toleransi yang disalah pahami seringkali mendorong pelakunya pada alam sinkretisme. Gambaran yang salah ini ternyata lebih dominan dan bergaung hanya demi kepentingan kerukunan agama. Dalam Islam toleransi bukanlah fatamorgana atau bersifat semu. Tapi memiliki dasar yang kuat dan tempat yang utama. Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang bermuatan toleransi.
Konsep islam tentang toleransi beragama dibagi menjadi dua:
  1. Toleransi dalam keyakinan dan melakukan peribadatan
Dari pengertian diatas konsep terpenting dalam toleransi Islam adalah menolak sinkretisme. Yakni Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Imran :

“Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah islam”.(Al-Imran: 19)
Surat Al-Imran diatas merupakan berita dari Allah bahwa tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam. Karena itu, barang siapa yang menghadap Allah dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah.
Allah berfirman:



“Barangsiapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Al-Imran: 85)
Kemudian Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya. Dan kebenaran itu hanya ada di agama Allah Ta’ ala.
Dalam Surat Al-baqarah dijelaskan:


 “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau (Muhammad) termasuk kalangan orang yang bimbang.”( Al- baqarah :147 )
Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang selainnya untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah:



 “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai agama kalian”. (Al-Maidah: 3)
Kaum mu’minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang munafik. Allah menegaskan yang dala surat Al-imran:


“maka janganlan kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Al-Imran: 139)
Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya:




 “1. Katakanlah (Muhammad), “wahai orang-orang kafir!  2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, 3. dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, 4.  dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, 6. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).
  1. Toleransi dalam Beragama atau hidup berdampingan dengan agama lain.
Yakni umat Islam dilarang untuk memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam secara paksa. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah berfirman:




“tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat  yang tidak akan putus. Allah maha mendengar, maha mengetahui.” ( Qs. Al-Baqoroh : 256 )
Jangan pernah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan seseorang untuk masuk ke dalamnya. Orang yang mendapat hidayah, terbuka, lapang dadanya, dan terang mata hatinya pasti ia akan masuk Islam dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan pendengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
  1. Penyebab Terjadinya Konflik Antar Agama
Sebab-sebab timbulnya ketegangan antar umat beragama dapat bersumber dari berbagai aspek antara lain :
  1. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi
  2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain
  3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain
  4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat
  5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, maupun antara umat beragama dengan pemerintah, dan
  6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat[4]

Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan dan kepercayaan harus dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat. Selain itu, kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.
Kondisi keberagamaan rakyat Indonesia sejak pasca krisis tahun 1997 sangat memprihatinkan. Konflik bernuansa agama terjadi dibeberapa daerah seperti di Poso. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi karena kondisi rakyat Indonesia yang multi etnis, multi agama dan multi budaya. Belum lagi kondisi masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi oleh pihak ketiga yang merusak watak bangsa Indonesia yang suka damai dan rukun. Sementara itu krisis ekonomi dan politik terus melanda bangsa Indonesia, sehingga sebagian rakyat Indonesia sudah sangat tertekan baik dari segi ekonomi, politik maupun beragama. Terakhir peristiwa dihancurkannya gedung World Trade Centre pada tanggal 11 September 2001 dan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 180 orang, yang berdampak diidentikkannya umat Islam dengan teroris dan dituduhnya Indonesia sebagai sarang teroris.
Dalam menghadapi konflik seperti di atas dan sesuai prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
  1. Kebebasan beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
  2. Menggunakan bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain pindah agama adalah tidak dibenarkan.
  3. Penyebaran pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain adalah terlarang.
  4.  Pendirian rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan timbulnya keresahan penganut agama lain karena mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut. 5. Dalam masalah perkawinan, terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain, seperti diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Demikian pula dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Maidah (5) ayat 5 dan Al-Baqarah (2) ayat 221. 6. Sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan, kerukunan yang dinamis antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etika bagi pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, umat Islam Indonesia harus berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan negara Indonesia, bersama pemeluk agama lain.



  1. KESIMPULAN
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa  serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya.
Demikian pentingnya agama bagi kehidupan manusia, disadari atau tidak seungguhnya manusia memerlukan agama bukan saja pada zaman primitive melainkan juga di zaman modern seperti sekarang ini.
Bukti konkret dapat dilihat bahwa agama: sebagai sumber moral sebagai petunjuk kebenaran, sebagai informasi metafisika,
            Di dunia ada berbagai agama yang dianut oleh manusia, oleh sebab itu perlu adanya toleransi antar umat beragama. Islam sendiri memiliki batasan-batasan dalam memaknai toleransi beragama agar tercapainya kedamaian di dunia.

  1. PENUTUP
Demikian yang dapat penulis jelaskan mengenai konsep islam dan toleransi beragama. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua umat Islam khususnya mahasiswa jurusan Kependidikan Islam IAIN walisongo Semarang. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah penulis berharap bagi pembaca untuk berkenan memberikan kritik maupun saran yang membangun bagi penulis.

[1] Didiek Ahmad Supadie dan Sarjuni. Pengantar studi islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2012. Hlm. 53
[2] Kamus Besar B.Indonesia Edisi. 2 Cetakan 4 Th.1995
[3] Ajat Sudrajat. Din Al Islam. Yogyakarta: UNY Press. 2008. Hlm. 141
[4] Ajat Sudrajat. Din Al Islam. Yogyakarta: UNY Press. 2008. Hlm. 151

Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pondok Pesantren


Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pondok Pesantren

MAKALAH
 
Disusun Guna Memenuhi: Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Diniyah dan Pesantren
Dosen Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur NC, M.Ag



 buto


DisusunOleh:

Maulana Arif Dzikrullah     (133311080)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014
  1. PENDAHULUAN
Fenomena lembaga pendidikan pondok pesantren sangat menarik, karena pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia. meskipun di daerah lain seperti Aceh atau Sumatera Barat menggunakan istilah lain untuk menyebut pondok pesantren, tetapi esensinya sama. Jika ada lembaga survey yang menghitung seluruh pondok pesantren se-Indonesia mungkin ada beribu-ribu pondok pesantren, karena biasanya dalam satu desa ada lebih dari satu pondok pesantren. Seperti di Desa Air Emas, Singingi, Kuantan Singingi, Riau, ada dua lembaga pendidikan pondok pesantren yakni Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan Pondok Pesantren Rodhotut Tholibin. Oleh sebab itu tidak afdol jika seorang mahasiswa tidak mengetahui sejarah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia.
  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Bagaimana Definisi Pondok Pesantren?
  3. Bagaimana Sejarah Pondok Pesantren?
  4. Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren?
  5. Apa Peranan Pondok Pesantren?
  • PEMBAHASAN
  1. Definisi Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan di Indonesia. Jenis lembaga pendidikan ini dapat dijumpai diberbagai wilayah Indonesia. Tidak heran jika lembaga pendidikan ini memiliki beberapa sebutan lain. Di Sumatera barat disebut ‘surau’ sementara di Aceh disebut ‘dayah’ atau ‘meunasah’. Sebutan pesantren atau pondok pesantren pada mulanya hanya berlaku di Jawa, meskipun sekarang ini sudah menjadi nomenklatur paling umum. Penting diungkapkan bahwa sebagai lembaga pendidikan keislaman tradisional, pesantren juga di temukan wilayah Asia Tenggara. Di Thailand dan Malaysia untuk menyebut contoh lembaga pendidikan disebut pondok, Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari funduq (Arab) yang berarti ruang tidur, wisma, atau hotel sederhana, karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.[1]
Pesantren berasal dari santri, yang berarti “terpelajar” (learned) atau “ulama” (scholar). Jika santri menunjuk pada murid, maka pesantren menunjuk kepada lembaga pendidikan. Jadi, pesantren adalah tempat belajar bagi para santri. Pesantren disebut juga ‘pondok pesantren’. Kedua sebutan ini sering kali digunakan secara bergantian dengan pengertian yang sama. Menurut Greetz, pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India Shastri yang berarti ilmuan Hindu yang pandai menulis, maksudnya adalah pesantren tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Greetz menanggap bahwa pesantren dimodifikasi dari pura Hindu.[2]Kamus besar bahasa Indonesia menyebut ‘pondok’ dan ‘pesantren’ dengan pengertian sama, yaitu “asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji’. Pendeknya, kedua sebutan tersebut mengandung arti lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat unsur-unsur ‘kiai’ (pemilik sekaligus guru), ‘santri’ (murid), ‘masjid’ atau mushalla’ (tempat belajar), asrama (penginapan santri, dan kitab-kitab klasik Islam (bahan pelajaran).[3]
Pesantren merupakan pendidikan Islam tertua di Indonesia. Kendatipun sejarah tidak mencatat secara pasti, kapan munculnya pesantren pertama kali di Indonesia, namun paling tidak lembaga ‘pesantren’ telah ada ketika masa walisongo, sekitar abad 16-17 M., misalnya sebuah pesantren yang didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Disamping itu juga ada keterangan bahwa setelah raden Patah berguru kepada sunan Ampel, kemudian ditugaskan menuju Glagah Wangi untuk mendirikan perguruan islam atau pesantren. Namun sejauh ini belum terdapat keterangan yang pasti tentang bagaimana bentuk pesantren yang ada pada waktu itu.[4]
  1. Sejarah Pondok Pesantren
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana.Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai.Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
Tidak bisa dipungkiri pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, meskipun masih banyak perbedaan pendapat tentang kapan munculnya pondok pesanten tersebut.
Hasil studi Ronald Alan Lukens Bull (1977), doctor yang menekuni studi pondok pesantren asal Amerika, menunjukan bahwa sebagai lembaga pendidikan islam, pondok pesantren pertama kali dirintis oleh syaikh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1399 M untuk menyebarkan islam di Jawa. Selanjutnya, dia menelusuri bahwa tokoh yang berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Pertama kali didirikan pondok pesantren di kembangkuning dan waktu itu hanya memiliki tiga orang santri, yaitu : Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kiai Bangkuning. Setelah itu pindah ke Ampel Denta Surabaya dan mendirikan pondok pesantren, sehingga akhirnya dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Selanjutnya , muncul pondok pesantren baru yang didirikan oleh para santri dan putranya, seperti pondok pesantren Giri oleh Sunan Giri, Pondok Pesantren Demak Oleh Raden Patah, dan Pondok Pesantren Tuban oleh sunan Bonang.[5]
Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan sekomplek sekarang. Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsur pendidikan, yakni: ibadah untuk menanamkan iman, tablig untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan sehari-hari.
Pesantren diperkirakan mengalami pertumbuhan pesat sebagai lembaga pendidikan pada abad ke-19. Perkiraan ini didukung oleh dua informasi beriut. Pertama, inspeksi pendidikan untuk pribumi oleh belanda pada 1873 menyebutkan jumlah pesantren yang cukup besar, yaitu berkisar pada angka 20.000 sampai 25.000 dengan jumlah santri sekitar 300.000 orang. Melihat besarnya jumlah pesantren tersebut tampaknya pendataan mencakup semua tempat pembelajaraan, baik itu pesantren, nggon ngaji, mushalla, dan sebgainya. Namun lepas dari akurasi angka tersebut, kiranya dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu pesantren telah terkonsolidasi sebagai lembaga pendidikan Islam. Kedua, “catatan perjalanan” Snock Hurgronje pada abad ke-19 di beberapa wilayah Indonesia. Catatan itu mengkorfirmasi adanya sejumlah pesantren yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Snouck Hurgronje antara lain mengunjungi Garut di Jawa Barat dan mencatat Pesantren Caringin (Haji Muhammad Rafi’i), pesantren Sukaregang (Kiai Adrangi), dan pesantren Kiara Koneng (Haji Muallim). Daerah lain di Jawa Barat dalah Cianjur, Bandung, Bogor, Cirebon dan beberapa wilayah lain. Catatan perjalanan ini juga merekam pesantren di berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Souck Hurgronje menemukan kenyataan bahwa sebagian pimpinan pesantren pernah menuntut ilmu di Mekkah.[6]
Pesantren tidak mengenal sistem kelas. Tingkatan seorang santri diukur dari jenis kitab yang dipelajari dan bidang-bidang keilmuan yang dikaji. Biasanya kitab-kitab tasawuf menjadi tolok ukur senioritas santri. Mahmud Yunus memerinci tingkatan pesantren pada zaman kerajaan Mataram masa Sultan Agung kedalam empat kelompok besar. Pertama, pengajian di tingkat desa yang hanya mengajarkan baca tulis huruf arab, dan beberapa bagian al-Quran (juz amma). Kedua, pesantren dasar yang menajarkan kitab-kitab elemneter. Ketiga, pesantren menengah yang menawarkan kajian-kajian lebih luas. Keempat, dan pesantren takhassus yang menawarkan kajian tingkat tinggi.
Dalam sistem pembelajaran pesantren, kitab-kitab elementer, khususnya untuk “ilmu-ilmu alat” (nahwu dan shorof), harus dipelajari terlebih dahulu sebelum meningkat pada bidang-bidang keilmuan lain seperti tafsir Al-Quran, Hadis, dan Fiqh. Tasawuf yang sering dikaitkan dengan tarekat tertentu, biasanya dipelajari pada tahap akhir. Pelajaran tentang “ilmu-ilmu alat” biasanya dikombinasikan dengan kajian-kajian lain, khususnya fiqh, yang sekaligus dijadikan sebagai media untuk mempratikan kemampuan gramatikal yang dimiliki seorang santri.
Meskipun menganut penjenjangan berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan, pesantren tidak memberikan batas waktu tentang seberapa lama seorang santri dapat dinyatakan tamat belajar. Terkadang seorang santri, setelah mempelajari beberapa kitab saja di sebuah pesantren, kemudian pindah ke pesantren lain, atau pulang ke kampung halaman. Tidak jarang seorang santri merasa perlu menghabiskan sebagian besar usianya untuk belajar di pesantren tertentu. Kebiasaan berpendah-pindah pesantren bukan merupakan tradisi buruk dalam konteks pendidikan pesantren. Sebaliknya, ini merupakan salah satu manisfestasi konsep rihlah ilmiyyah (perjalanan mencari ilmu di lingkungan tradisi pembelajaran islam yang dimungkinkan oleh karakter pesantren itu sendiri. Seorang kiai pemimpin pesantren tertentu biasanya memiliki keahlian tertentu dalam bidang keilmuan islam, seperti fiqh, hadis atau tafsir Al-Qura’an. Dalam konteks pindah-pindanya santri itulah kemudian dikenal santri kelana. Pada periode ini , pesantren tidak menerapkan sistem kelas, sistem ujian, dan tidak memberikan ijazah.
Metode pembelajaran di pesantren biasanya menggunakan metode bandongan dan sorogan. Bandongan atau seringkali disebut weton sekelompok santri mendengarkan kiai membaca, menterjemahkan, menerangkan, dan mengulas kitab berbahasa arab. Santri menyimak dan Ma’nani (menulis arti dibawah kata-kata dalam kitab yang sedang dibaca oleh kiai). Karena sifatnya yang seringkali massal, dalam metode ini, santri tidak dituntut untuk memahami dan menguasai penjelasan kiai. Bandongan sering kali di lakukan pada saat bulan ramadhan dengan mengkaji beberapa kitab klasik dengan cepat (kilat). Sorogan , dalam metode ini seorang santri akan membaca kitab tertentu dihadapan kiai. Sementara itu kiai hanya akan memberikan koreksi yang bersifat mendasar dan memberikan petunjuknya, khususnya berkaitan dengan cara membaca dan memahami teks secara benar sesuai dengan struktur bahasa arab. Dalam kerangka sorogan ini secara tidak langsung, pesantren menanamkan semangat untuk belajar secara mandiri kepada santrinya.
Di samping itu, Musyawarah (diskusi) juga sering digunakan sebagai metode penting di pesantren. Kiai atau santri senior memimpin ‘kelas musyawarah’ seperti dalam suatu seminar; proses pembelajaran banyak dilakukan dalam bentuk Tanya jawab. Ini merupakan sarana latihan bagi para santri untuk menguji keterampilanya dalam memahami sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab islam klasik.[7] Tradisi Btsul Masail di lingkungan NU yang berlangsung hingga sekarang ini, mirip pembelajaran musyawarah yang berlangsung di pesantren. Didalam batsul masail setiap peserta berusaha mengembangkan argument-argumen yang berbasis kepada kitab-kitab klasik Islam untuk memecahkan masalah actual yang muncul dimasyarakat.
Komponen utama pondok pesantren adalah: Kiai, Santri, mushalla/Masjid, Pondok (sebagai tempat istirahat) kitab-kitab islam klasik (kitab kuning).
Kiai dikenal sebagai guru atau pendidik utama di pondok pesantren, karena kiailah yang selalu memberikan bimbingan, pengarahan, dan pendidikan kepada para santri. Kiai pulalah yang dijadikan figur ideal santri dalam proses pengembangan diri. Pendidik lainya, yang biasa berstatus sebagai pembantu, dikenal dengan istilah ustadz atau santri senior. Kiai, dalam pengertiam umum, adalah pendiri pondok pesantren yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya demi Allah, menyebarluaskan serta memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan islam melalui kegiatan pendidikan.
Santri, adalah peserta didik yang belajar atau menutut ilmu di pondok pesantren. Jumlah santri biasanya menjadi tolok ukur perkembangan pondok pesantren. Manfred Ziemek (1986), membedakan santri menjadi dua, yakni: santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri yang bertempat tinggal di pondok pesantren, sedang santri kalong adalah santri yang tinggal di luar pondok pesantren dan yang mengunjungi pondok pesantren secara teratur untuk belajar agama. Termasuk dala kategori ini adalah mereka yang mengaji di langgar-langgar atau masjid-masjid pada malam hari saja, sementara pada siang hari mereka pulang rumah.
Masjid, adalah sebagi unsure yang tidak dapat dipisahkan dengan pondok pesantren serta dianggap sebagai tempat yang paling strategis untuk mendidik para santri, misalnya dalam praktik salat berjamaah lima waktu, khutbah, sembahyang jum’at, dan pengajian-pengajian kitab klasik.
Kitab-kitab Islam klasik, terutama karangan ulama syafi’iyah, merupakan satu-satunya teks pengajaran formal yang diberikan di lingkungan pondok pesantren. Tujuan utama pengajaran kitab ini adalah untuk mendidik calon-calon ulama.[8]
  1. Perkembangan Pondok Pesantren
Pondok pesantren pada mulanya hanya mengkaji ilmu-ilmu agama saja. Seiring perkembangan pendidikan di Indonesia, yang mewajibkan belajar hingga Sembilan tahun (SD-SMP) pondok pesantren mulai mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal, tujuanya adalah agar para santri bisa mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi masih banyak juga pesantren yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama (salaf). Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pesantren salah dan khalaf (modern).
Pesantren Salaf
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka – bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya – dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut.Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur’an.
Menurut Zamakhasyari Dhofier, pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan system madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan system sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.
System pengajaran pesantren salaf memang lebih sering menerapkan model sorogan dan weton. istilah weton berasal dari bahasa jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu, biasanya dilakukan sesudah melakukan salat fardhu.
System weton atau yang juga dikenal dengan sebutan bandongan adalah model pengajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang diikuti oleh sekelompok santri. Sang kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab-kitab salaf berbahasa arab yang menjadi acuanya. Sedangkan para santri mendengar dan memperhatikan kitabnya sambil menulis arti dan keterangan tentang kata-kata atau pemikiran yang sukar.
Termasuk dalam kelompok system bandongan atau weton ini adalah halaqoh, yaitu model pengajian yang umumnya dilakukan dengan cara mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk mempelajari dan mendiskusikan suatu masalah tertentu dibawah bimbingan seorang guru.
Sedangkan pada system sorogan, para santri maju satu persatu untuk membaca dan mengurai isi kitab dihadapan seorang guru atau kiai. System ini sangat bagus untu mempercepat sekaligus mengevaluasi penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji. Akan tetapi system ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan, dan kedisiplinan yang tinggi dari para santri.
Selain dua system tersebut, pesantren salaf juga kerap menggunakan model musyawarah. Biasanya materi sudah ditentukan lebih dulu dan para santri dituntut menguasai kitab-kitab rujukan. Kiai memimpin kelas musyawarah sebagaimana moderator memandu seminar. Model seperti ini lebih bersifat dialogis, sehingga umumnya hanya diikuti oleh para santri senior. Tujuanya untuk melatih dan menguji kemampuan dan keterampilan para santri dalam menangkap dan memahami sumber-sumber argumentasi dan kitab-kitab islam klasik (kitab kuning).
Akan tetapi dewasa ini kalangan pesantren termasuk pesantren salaf mulai menerapkan system madrasati atau model klasikal. Kelas-kelas dibentuk secara berjenjang dengan tetap memakai kurikulum dan materi pelajaran dari kitab-kitab kuning, dilengkapi pelatihan keterampilan seperti menjahit, mengetik, budidaya jamur, dan bertukang.
Kurikulum system madrasati pesantren salaf masih sangat umum, tidak dirumuskan secara jelas dan terperinci. Akan tetapi yang jelas, semua pelajaran tersebut telah mencakup segala aspek perbuatan santri dalam sehari semalam. Kurikulum yang berhubungan dengan materi pengajian berkisar pada ilmu-ilmu agama dengan segala bidangnya, terutama pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa Arab (nawu, sharaf, dan ilmu-ilmu lainya), ilmu yang berhubungan dengan syariat (ilmu fikih ibadah dan muamalah), ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an beserta tafsiran-tafsiranya, hadist dengan musthalahnya, dan ilmu tauhid. Terkadang dilengkapi pula dengan ilmu mantiq (logika), tarikh (sejarah, dan tasawuf untuk para santri senior.
Kendati demikian, tidak berarti ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan di pesantren-peantren sama dan seragam. Pada umumnya, setiap pesantren mempunyai penekanan atau cirri-ciri tersendiri dalam hal ilmu-ilmu yang diberikan.
Dari sisi kelembagaan dan status pesantren, semua bangunan yang berada di lokasi pesantren umumnya adalah milik kiai. Kiai adalah pemilik dan penguasa tunggal di pesantren. Beliaulah yang menentukan segala kebijakan yang berlaku didalamnya. Para ustadz dan pembantu lainya berkedudukan sebagai tenaga operasional.
Oleh karena itu, kiai mempunyai kedudukan khusus. Ini karena dalam pesantren salaf, segala bangunan pesantren dan pembiayaan pesantren memang didanai dari uang pribadi kiai. Dialah yang mendirikan, membangun, dan menghidupi jalanya kegiatan pesantren. Sehingga wajar bila kiai mempunya pengaruh dan kekuasaan yang besar atas pesantrenya. Sebagaimana kita lihat dalam sebuah perusahaan penanam saham terbanyak adalah yang paling menentukan kebijakan perusahaan.
Pesantren Khalaf (Pesantren Modern)
Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkunganya.
Akan tetapi, tidak berarti pesantren khalaf meninggalkan system salaf. Ternyata hampir semua pesantren modern tetap menggunakan system salaf dipondoknya. Misalnya,Pondok Pesantren “Bahrul Ulum”, Tambakberas. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan formal yakni Madrasah Al-Qur’an hingga Muallimin-Muallimat, dan dari SMP hingga Universitas Bahrul Ulum. Akan tetapi di lingkungan pondoknya masih menerapkan system salaf. Setiap selesai menuniakan shalat wajib, para santri menelaah kitab Nihayatuz-Zain, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Fathul Wahhab, Fathul Mu’in, Tafsir Munir, dan sebagainya dengan system weton atau sorogan.
Dibandingkan dengan pesantren salaf, pesantren khalaf mengantongi satu nilai plus karena lebih lengkap materi pendidikanya yang meliputi pendidikan agama dan umum. Para santri pesantren khalaf diharapkan lebih mampu memahami aspek-aspek keagama dan keduniaan agar dapat menyesuaikan diri secara lebih baik dengan kehidupan modern daripada alumni salaf.
Meskipun begitu, hendaklah jangan diartikan bahwa pesantren khalaf lebih bermutu daripada pesantren salaf. Ini karena dengan masuknya ilmu-ilmu umum dan berbagai keterampilan ke pesantren, bila tidak waspada, identitas asli pesantren sebagai lembaga pencetak ulama serta pengembang, penyebar, dan pelestari ajaran-ajaran islam akan memudar. Kegiatan pendalaman ajaran islam akan tergeser oleh kegiatan-kegiatan lain yang sebenarnya lebih cocok dilakukan oleh lembaga lain. Dikhawatirkan pada akhirnya pesantren tidak berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan umum. Bila hal itu sampai terjadi, maka pesantren yang memasukan ilmu-ilmu umum dan berbagai keterampilan akan rugi dan tidak dipandang lagi oleh masyarakat.
Kondisi pesantren salaf dan khalaf di Indonesia berbeda dengan pesantren di Negara-negara islam yang lain. Misalnya di mekkah dan madinah, syekh (kiai) menetap di kota dan mengajarkan ilmu-ilmu agama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Para santri yang dating dari jauh menetap di koloni-koloni atau menyewa tempat tinggal di dekat gurunya, yang biasanya memang tersedia cukup banyak. Begitu pula di al-Azhar, Kairo, Mesir. Berbeda dengan pesantren, al-Azhar bermula dar system pendidikan masjid tradisional. Pemerintah memegang inisiatif penting dalam pembangunan lembaga pendidikan al-Azhar, tetapi kemudian menjadi instansi milik masyarakat sepenuhnya.
Pentingya pondok pesantren sebagai asrama para santri bergantung pada jumlah santri yang dating dari daerah jauh. Pada pesantren kecil, yang kebanyakan santrinya tidak berasal dari daerah jauh, banyak santri yang menetap di rumahnya sendiri. Mereka menggunakan pesantren untuk belajar aatu kegiatan lain yang terkait. Sedangkan di pesantrren besar seperti Pesantren Tambakberas Jombang, para santri tidak boleh menetap di luar komplek pesantren, kecuali yang berasal dari desa-desa sekitarnya. Alasanya , agar kiai dapat mengawasi dan menguasai mereka secara mutlak. Ini karena kiai tidak hanya berfungsi sebagai guru yang mentransfer ilmu, tetapi juga pengganti orang tua yang bertanggung jawab terhadap pembinaan perilaku dan moral santri.[9]
  1. Peranan Pondok Pesantren
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam.Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kekinan masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.[10] Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
  1. KESIMPULAN
pesantren adalah tempat belajar bagi para santri. pesantren pertama kali dirintis oleh syaikh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1399 M untuk menyebarkan islam di Jawa. Selanjutnya, dia menelusuri bahwa tokoh yang berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel).
Karena perkembangan zaman pesantren dibedakan menjadi dua: salaf dan modern. Pesantren salaf adalah pesantren yang hanya mengkaji ilmu-ilmu agama sedangkan pesantren modern selain mengkaji ilmu-ilmu agama juga memasukan pendidikan umum didalamnya.
Dalam perananya Pesantren menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya. Membentuk santri yang berkarakter dan mampu memecahkan segala persolan agama di masyarakat.

  1. PENUTUP
Hanya ini yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Jika masih banyak kesalahan dalam penulisan mohon saran dari para pembaca. Jika ada sesuatu yang menyinggung perasaan pembaca penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
[1] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm, 70
[2] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm, 70
[3] Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm, 75-76
[4] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Rizki Putra, 2012), hlm, 122-123
[5] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm, 33
[6] Arief Subhan, Lembaga Pendidikan islam Indonesia Abad ke-20, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm, 80
[7] Arief Subhan, Lembaga Pendidikan islam Indonesia Abad ke-20, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm, 87
[8] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm, 39-40
[9] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm, 87
[10] HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hal.1